Konvensi Dalam Film
Konvensi Dalam Film
2. Dynamic Film, istilah lainnya adalan Non Continuity Film yang tentu saja sangat berbeda dengan kontinuity film, karena dynamic filmini ditandai oleh sifatnya yang dokumenter dan mengandung unsur fantasi. Karekter dasarnya adalah kontinuitasnya tidak ditentukan oleh action dan dialog yang runtut guna memperoleh kesan realistis, tapi disandarkan pada penciptaan efek-efek visaul tertentu yang asosiatif secara cermat.
3. Ilusi Realitas, untuk continuity film, realitas dapat dicapai melalui penampilan yang meyakinkan dari segi akting, suara maupun property pendukungnya. Sebagai contoh kalau kita akan menggambarkan sebuah pasar tradisional maka harus dipikirkan bagaimana mendekatinya sesuai realitas pasar itu sendiri yaitu dengan banyaknya kios yang ramai oleh pembeli dan penjual, suara orang tawar menawar, suara barang dipindah, suara mobil pengakut barang dll.
Film-film yang bertemakan fantasi, supranatural, horor, maupun science fiction, juga memerlukan ilusi realitas sendiri untuk dapat diterima audience. Untuk itu diperlukan pijakan tersendiri agar semua elemen film yang dibuat nampak relalistis sesuai dengan logika dan kejadian-kejadian ilmiah. Contoh : film Stars Wars, Apollo 13.
4. Frame, merupakan pemilihan gambar dan suara yang dilakukan oleh pembuat film untuk membingkainya secara biak serta menyambung-nyambungkannya dalam sebuah kesatuan utuh. Sebagai contoh : ketika Ridley Scott dalam Gladiator menceritakan kekejaman Cesar dalam menaniaya anak dan istri Maximus hal itu ditunjukkan dalam dua adegan yang secara kronologis tidak berurutan.
5. Visual Thingking, merupakan cara melihat segala aspek kehidupan yang hendak dituangkan dalam film sebatas yang mampu terekam dalam bidang frame untuk kemudian ditata sesuai dengan keiningan pembuat film.
Berpikir secra visual ini akan sangat penting artinya agar bisa menuangkan ide atau cerita ke dalam bentuk naskah atau skenario agar dapat diwujudkan dalam bahasa visual. Di sini pemahaman mengenai kamera yang berupa pembingkaian gambar, gerkan kmaera dan angle kamer menjadi sangat penting.
6. Mise-en Scene, adlah setting yang merupakan suasana di mana karakter hidup. Mungkin pasa mungkinpula tidak. Yang jelas meski disengaja atau tidak oleh pembuat film mese-en-scene adalah adegan yang benar-benar teringet kuat dalam benak audience. Tentu saja antara satu orang denganorang lain akan berbeda penafsiran meski sebenarnya pembuat film bisa jadi berusaha membuat beberapa adegan andalannya agar bisa melekat di ingatkan penonton.
A. PENGERTIAN KONVENSI
Konvensi lebih merupakan kesepakatan terhadap prinsip-prinsip dasar mengenai sesuatu hal. Dalam kaitannya dengan film, konvensi diartikan sebagi penerapan prinsip-prinsip film dapat diterima atau diyakini audience.
B. MACAM MACAM KONVENSI
1. Continuty film, adalah sebuah penggambaran secara literal atau harafiah realitas hidup dalam keadaan yang dapat dipercaya dengan tatanan kronologis yang runtut.
Contoh : gambar CU wajah laki-laki yang berpaling ke kiri sambil tersenyum. Kemudian disambung dengan gambar MS wajah perempuan yang berpaling ke kanan sambil tersipu malu maka penonton akan memahmi bahwa si perempuan tersebut memberikan reaksi yang cenderung menerima maksud si laki-laki.
Konvensi lebih merupakan kesepakatan terhadap prinsip-prinsip dasar mengenai sesuatu hal. Dalam kaitannya dengan film, konvensi diartikan sebagi penerapan prinsip-prinsip film dapat diterima atau diyakini audience.
B. MACAM MACAM KONVENSI
1. Continuty film, adalah sebuah penggambaran secara literal atau harafiah realitas hidup dalam keadaan yang dapat dipercaya dengan tatanan kronologis yang runtut.
Contoh : gambar CU wajah laki-laki yang berpaling ke kiri sambil tersenyum. Kemudian disambung dengan gambar MS wajah perempuan yang berpaling ke kanan sambil tersipu malu maka penonton akan memahmi bahwa si perempuan tersebut memberikan reaksi yang cenderung menerima maksud si laki-laki.
2. Dynamic Film, istilah lainnya adalan Non Continuity Film yang tentu saja sangat berbeda dengan kontinuity film, karena dynamic filmini ditandai oleh sifatnya yang dokumenter dan mengandung unsur fantasi. Karekter dasarnya adalah kontinuitasnya tidak ditentukan oleh action dan dialog yang runtut guna memperoleh kesan realistis, tapi disandarkan pada penciptaan efek-efek visaul tertentu yang asosiatif secara cermat.
3. Ilusi Realitas, untuk continuity film, realitas dapat dicapai melalui penampilan yang meyakinkan dari segi akting, suara maupun property pendukungnya. Sebagai contoh kalau kita akan menggambarkan sebuah pasar tradisional maka harus dipikirkan bagaimana mendekatinya sesuai realitas pasar itu sendiri yaitu dengan banyaknya kios yang ramai oleh pembeli dan penjual, suara orang tawar menawar, suara barang dipindah, suara mobil pengakut barang dll.
Film-film yang bertemakan fantasi, supranatural, horor, maupun science fiction, juga memerlukan ilusi realitas sendiri untuk dapat diterima audience. Untuk itu diperlukan pijakan tersendiri agar semua elemen film yang dibuat nampak relalistis sesuai dengan logika dan kejadian-kejadian ilmiah. Contoh : film Stars Wars, Apollo 13.
4. Frame, merupakan pemilihan gambar dan suara yang dilakukan oleh pembuat film untuk membingkainya secara biak serta menyambung-nyambungkannya dalam sebuah kesatuan utuh. Sebagai contoh : ketika Ridley Scott dalam Gladiator menceritakan kekejaman Cesar dalam menaniaya anak dan istri Maximus hal itu ditunjukkan dalam dua adegan yang secara kronologis tidak berurutan.
5. Visual Thingking, merupakan cara melihat segala aspek kehidupan yang hendak dituangkan dalam film sebatas yang mampu terekam dalam bidang frame untuk kemudian ditata sesuai dengan keiningan pembuat film.
Berpikir secra visual ini akan sangat penting artinya agar bisa menuangkan ide atau cerita ke dalam bentuk naskah atau skenario agar dapat diwujudkan dalam bahasa visual. Di sini pemahaman mengenai kamera yang berupa pembingkaian gambar, gerkan kmaera dan angle kamer menjadi sangat penting.
6. Mise-en Scene, adlah setting yang merupakan suasana di mana karakter hidup. Mungkin pasa mungkinpula tidak. Yang jelas meski disengaja atau tidak oleh pembuat film mese-en-scene adalah adegan yang benar-benar teringet kuat dalam benak audience. Tentu saja antara satu orang denganorang lain akan berbeda penafsiran meski sebenarnya pembuat film bisa jadi berusaha membuat beberapa adegan andalannya agar bisa melekat di ingatkan penonton.
Komentar
Posting Komentar